Pernah bermimpi? Kadangkala ketika kita bermimpi baik kita kabarkan pada orang-orang terdekat, begitupun seringkali ketika bermimpi buruk kita ceritakan kepada mereka. Didasari keinginan untuk mencari takwil dari mimpi-mimpi tersebut. Bahkan sebagian orang mencoba membuka buku 'primbon' untuk sekedar mencari arti mimpi dalam tidurnya. Bagaimana sebenarnya Islam menyikapi persoalan mimpi?
Mimpi merupakan sebuah keadaan ketika manusia
mengalami suatu kejadian yang memberikan gambaran kehidupan lain yang terkadang
bisa memberikan makna dalam kehidupan sesungguhnya. Mimpi bisa jadi isyarat
yang diberikan Allah kepada hamba-Nya berupa berita baik atau buruk dan mimpi
ada yang memiliki makna dan ada pula yang berupa mimpi kosong sekadar permainan
setan kepada manusia.
Banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang
bercerita tentang mimpi. Misalnya, dalam surat Ash-Shaffaat ayat 102 yang
mengisahkan mimpi Ibrahim ketika ia diharuskan menyembelih putranya, Ismail.
Juga dalam surat al-Fath ayat 27 mengenai mimpi Rasulullah SAW sebelum
terjadinya perjanjian Hudaibiyah.
Tak hanya para Nabi, para shahabat pun pernah
mengalami mimpi yang pada akhirnya terbukti kebenarannya. Tak seperti mimpi
Nabi yang sangat terang dan tak perlu ditakwilkan lagi karena merupakan wahyu
dari Allah, mimpi para shahabat ada yang perlu ditakwilkan – seperti mimpi Abu
Bakar yang menaiki tangga bersama Rasulullah, tetapi mereka berselisih dua anak
tangga. Dalam takwilnya, Abu Bakar menyatakan bahwa kematiannya akan datang dua
tahun setelah Rasulullah, dan itu benar-benar terjadi – dan mimpi yang tidak
perlu ditakwilkan – seperti mimpi Bilal yang melafazkan bacaan-bacaan adzan.
Ketika melaporkannya kepada Rasulullah SAW, beliau mengatakan bahwa mimpinya
adalah benar. Rasulullah SAW bersabda, “Jika masa semakin dekat, mimpi seorang
Muslim nyaris tidak pernah dusta. Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang
paling jujur perkataannya. Mimpi seorang Mukmin merupakan satu bagian dari 46
bagian kenabian…” (Mutafaq ‘Alaih). Ini berarti mimpi seorang Mukmin memiliki
pertimbangan 1/46 karena 45/46 diberikan kepada Nabi.
Khalid al-Anbari dalam bukunya Kamus Tafsir Mimpi
menyebutkan bahwa tanda mimpi yang benar adalah sebagai berikut:
- Bersih dari mimpi kosong, bayangan-bayangan yang meresahkan dan menakutkan.
- Dapat dipahami ketika terjaga.
- Tidur dalam keadaan pikiran jernih, tidak disibukkan oleh persoalan apa pun.
- Mimpi tersebut dapat ditakwilkan sesuai dengan apa yang ada di Lauh Mahfuzh.
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka
dari kaumnya), ‘Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya kering. Hai orang-orang yang
terkemuka, terangkanlah kepadaku tentang takbir mimpiku itu, jika kamu dapat
menakbirkan mimpinya”. (QS Yusuf 12:43). Ayat tersebut merupakan salah satu
contoh ayat yang menjelaskan mengenai sahnya mimpi seorang kafir, jika isi
mimpinya berkaitan dengan orang Mukmin.
Ada juga mimpi yang dianugerahkan Allah kepada
yang dikehendakinya agar ia mendapatkan hidayah. Ini berdasarkan riwayat
Al-Hakim mengenai keIslaman seorang shahabat, Khalid bin Sa’ad bin Ash.
KeIslaman ini terjadi setelah Khalid mengalami mimpi yang sangat menyeramkan.
Dalam mimpinya, dia melihat seakan-akan ayahnya hendak mendorongnya ke neraka,
sementara Rasulullah SAW berusaha memegang pinggangnya agar ia tidak terjatuh.
Juga atas dasar tafsiran Ibn Hasyirin ketika ia didatangi seseorang yang
bermimpi jari-jari tangannya bunting. Ia menakwilkan mimpinya sebagai
peringatan kepada orang itu karena shalatnya bolong-bolong. Sepulangnya dari
bertemu Ibn Hasyirin, ia pun bertobat.
MACAM MIMPI
Rasulullah SAW bersabda, “Mimpi itu ada tiga.
Mimpi yang baik merupakan kabar gembira dari Allah. Mimpi yang menyedihkan
berasal dari setan, dan mimpi yang datang dari obsesi seseorang. Jika salah
seorang di antara kalian mimpi yang menyedihkan maka hendaklah dia bangun lalu
shalat dan tidak menceritakannya pada orang lain” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Mimpi yang baik
adalah dari Allah. Sedangkan mimpi yang menakutkan berasal dari setan.
Barangsiapa mimpi yang tidak menyenangkan, maka hendaklah dia meludah ke
sebelah kirinya tiga kali dan berlindung diri kepada Allah dari setan, maka
mimpi tersebut tidak akan membahayakannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Bertolak dari hadits-hadits di atas, menurut
Aam Amiruddin dalam bukunya Menelanjangi Strategi Jin, kita bisa membuat
sejumlah kesimpulan.
- Mimpi bisa terjadi karena suatu obsesi. Obsesi tersebut begitu kuat dalam memori kita sehingga muncul dalam mimpi. Ini adalah mimpi yang bersifat fitrah atau alamiah.
- Bermimpi yang baik. Mimpi ini datangnya dari Allah, kita wajib mensyukurinya dan boleh menceritakannya kepada orang lain sebagai wujud rasa syukur.
- Mimpi buruk atau menakutkan. Mimpi ini datangnya dari setan. Kita wajib berlindung diri pada Allah, bahkan kalau memungkinkan meludah tiga kali ke sebelah kiri dan jangan menceritakannya pada orang lain – kecuali kalau ingin mengetahui takwil mimpi tersebut. Sebab kalau kita menceritakannya, setan akan merasa senang kalau gangguannya itu menjadi bahan pembicaraan manusia.
ADAB-ADAB TIDUR
Agar kita tetap berada dalam lindungan Allah
SWT, bahkan di saat tidur, perhatikanlah beberapa adab yang dinukil dari
hadits-hadits yang tidak diragukan lagi keshahihannya. Adab-adab sebelum tidur
tersebut adalah sebagai berikut:
- Memadamkan lampu, mengunci pintu, mengikat gerabah (tempat air) dan menutup makanan.
- Mematikan api (kompor)
- Wudhu
- Shalat witir
- Membaca al-Qur’an. Adapun ayat yang dianjurkan adalah surat al-Baqarah ayat 285-286, surat al-Ikhlas, surat al-Falaq, An-Nas dan ayat kursi.
- Membersihkan kasur, berbaring kea rah kanan dan meletakkan tangan di bawah kepala dan membaca doa sebelum tidur.
Sedangkan adab bangun tidur adalah sebagai
berikut:
- Membaca doa bangun tidur
- Istintsar (mengeluarkan air dari hidung) tiga kali
- Membasuh tangan tiga kali
- Membasuh wajah dan kedua tangan
- Berwudhu dan shalat
Dikutip dari Majalah Percikan Iman edisi Rabiul Awal 1427 H
0 Komentar untuk " Arti Mimpi dalam Islam"