Wanita ibarat pedang bermata dua, apabila dia baik dan menunaikan tugas-tugasnya yang utama beserta tujuan yang telah digariskan, maka dia laksana batu bata yang baik bagi sebuah bangunan masyarakat Islam yang memiliki karakter akhlak yang kuat dan keyakinan yang teguh. Peran wanita Muslimah dalam perjuangan Islam tidak kalah pentingnya dengan kaum laki-laki. Pepatah mengungkapkan : “Sesungguhnya di belakang setiap tokoh yang agung ada seorang wanita yang agung pula...”.
Islam telah mengatur, peran wanita dalam menjalani kehidupannya. Sebagai seorang ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi putra-putrinya. Sebagai seorang istri ia adalah pendukung bagi suaminya, seluruh khidmatnya hanya kepada suaminya. Sebagai seorang ibu ia adalah guru pertama dan utama bagi putra-putrinya, sekaligus menjadi shahabat tempat berbagi. Bahkan ketika ia dalam keadaan tanpa suami, khidmatnya diserahkan kepada kedua orangtuanya. Ia dapat menjadi penyokong masyarakat dalam menciptakan kehidupan Islami di tengah-tengah peradaban masa kini. Ia dapat memberikan baktinya untuk berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar.
Akan tetapi, manakala seorang wanita menyimpang dari tanggungjawab utamanya yang telah digariskan Islam kepada mereka, kemudian meninggalkan nilai-nilai kebaikan pada dirinya, maka ketika itu posisinya berbalik menjadi sebilah pedang yang menyerang umat dan menghancurkannya. Oleh karena itu dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda,
“Sesungguhnya dunia itu manis, dan menggiurkan, dan sesungguhnya Allah menyerahkannya kepada kalian, kemudian Allah hendak melihat apa yang akan kalian perbuat terhadapnya. Maka berhati-hatilah terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita.”
Dalam riwayat lain,
“Karena sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita” (HR Muslim)
Dari Usamah bin Zaid, Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda:
“Aku tidak meninggalkan sesudahku fitnah yang lebih berat bagi seorang laki-laki dari fitnah wanita.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sebagai Muslimah yang telah sampai ilmu Islam kepada kita, wajib bagi setiap diri kita tunduk dan patuh pada setiap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Islam mensyariatkan kepada para wanita untuk menutup seluruh tubuhnya, agar mereka mudah dikenali.
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (TQ.S. Al-Ahzab [33] : 59).
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ummu Salamah ummul mukminin, dia berkata, “setelah ayat di atas turun, maka kaum wanita Anshar keluar rumah dan seolah-olah di kepala mereka terdapat sarang burung gagak. Mereka pun mengenakan baju hitam.”
Selanjutnya Mujahid menafsirkan dalam Terjemah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 bahwasanya dengan perintah berjilbab bagi para kaum Muslimah maka akan mudah diketahui bahwa mereka merupakan wanita-wanita merdeka sehingga tidak diganggu oleh orang fasik dengan suatu gangguan atau ejekan.
Tengoklah kisah seorang wanita Muslimah yang disingkap bajunya oleh seorang Yahudi di sebuah pasar, seketika Muslimah ini berteriak dan mengadukan kisah yang dialaminya, ia berkata “duhai, dimanakah keadilan khalifah negeri ini.” (Subhanallah, saya dilupakan dengan nama khalifah ini). Maka khalifah saat itu mendengar keluhannya, sehingga ia menurunkan pasukan dengan barisan yang sangat panjang untuk menyelesaikan masalah ini. Islam telah mengajarkan memuliakan kedudukan wanita.
Ketundukan wanita pada Islam juga dijelaskan pada hukum dilarang bepergian jauh bagi seorang wanita tanpa mahromnya, karena begitu besarnya nilai perempuan dalam Islam. Dan bagi para istri Muslimah, tidak patut baginya meninggalkan rumah tanpa ijin suaminya. Karena telah ada pada dirinya hak suaminya untuk menyerahkan seluruh khidmat kepada suaminya tersebut. Dalam keadaan senang maupun dalam keadaan sempit. Karena setiap iman dan taqwa mendapatkan bagian ujiannya masing-masing.
Istri sholehah adalah ibarat lautan luas tempat suaminya menenggelamkan segala problema yang ia hadapi di luar sana. Maka istri sholehah senantiasa menyambut kedatangan suaminya dengan raut wajah penuh kebahagiaan. Berias untuk suaminya menjadi ibadah bernilai tinggi. Menyediakan segala keperluan bagi suaminya adalah baktinya untuk suaminya. Sungguh seorang Muslimah akan berupaya melakukan ini semua dengan sebaik-baiknya.
Berikut adalah kisah Ummu Sulaim, seorang Muslimah dari kalangan Shahabiyah...
Ummu Sulaim adalah ibunda dari Anas bin Malik yang ditinggalkan suaminya, ayahanda Anas, karena ia mempertahankan keimanannya dan menolak kembali pada agama nenek moyangnya. Setelah ia menjanda, ia dinikahi oleh Abu Thalhah, hingga Allah mengaruniai kepada mereka putra yang sangat tampan dan dicintai. Sudah menjadi kebiasan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, pertama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anak kesayangannya meninggal dunia. Maka Ummu Sulaim, seorang ibu yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan berpesan pada penghuni rumah untuk tidak menceritakannya kepada Abu Thalhah sebelum ia sendiri yang menceritakannya.
Ketika Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim menyambutnya dengan bersemangat, dan ketika suaminya menanyakan perihal anaknya yang diketahui tengah sakit, ia hanya menjawab, “dia dalam keadaan tenang.”
Maka Abu Thalhah menjadi tenang karena mengira anaknya sudah sembuh. Kemudian Abu Thalhah menikmati jamuan makan malam dan bersenang-senang dengan istri kecintaannya.
Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya sudah tenang, maka ia berkata, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu, seandainya ada suatu kaum menitipkan kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipannya tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh”. Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu, jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil”, Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu.”
Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”
Abu Thalhah terus mengulangi kata-katanya sampai ia mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi rojiun) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur jiwanya menjadi tenang.
Keesokan paginya ia pergi menghadap Rasulullah shalallahu alaihi wassallam dan mengabarkan kepada beliau shalallahu alaihi wassallam tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda:
“Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua”
Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah, yang kemudian Allah anugerahkan kepadanya tujuh orang anak yang kesemuanya hafal al-Qur’an. MasyaAllah...
Semoga sosok Ummu Sulaim menjadi teladan bagi setiap individu Muslimah.
Dan seperti Khodijah binti Khuwailid, istri pertama Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Sejarah mencatat, betapa besar pengorbanan beliau dalam menyokong dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wassallam di tahap awal masuknya cahaya Islam di tengah Kaum kafir Quraisy. Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda,
“Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid”.
Semoga aku bisa menjadi sebaik-baik wanita. Tidak banyak mengeluh, tapi memperbanyak istighfar dan mengucap rasa syukur. Tidak terkungkung oleh kekurangan, tapi banyak berbuat kebajikan. Menjadi istri sholehah dan anak yang berbakti kepada kedua orang tua. Bermanfaat bagi orang-orang di sekelilingku. Dan membawa keluargaku ke jalan Allah. Amin...
0 Komentar untuk "Wanita dalam Islam"